Pages

Kamis, 20 Mei 2010

Zat Tambahan Memicu Perilaku Hiperaktif

Zat pewarna dan pengawet artifisial yang umum digunakan sebagai zat tambahandalam makan meski diwaspadai.Apalagi bagi anak-anak yang di diagnosis Deficit Hyperactive Disorder (ADHD) yang sedang dalm masa perawatan.Begitu kata: Profesor Andrew Kemp dari University of Sydney, dalam British Medical Journal (BMJ).
Beberapa tahun belakangan lebih dari 50 persen penanganan pada kasus anak ADHD di Inggris dan Australia ini menggunakan obat-obatan secara luas.Dari tiga perawatan utama obat, terapi prilaku, modifikasi makanan yang didukung data penelitian adalah obat dan modifikasi makanan.Sedangkan terapi prilaku masih sebatas "perawatan tambahan" yang belum didukung bukti ilmiah.
Data 2007 menunjukan bahwa anak-anak normal (tidak hiperaktif) secara signifikan terlihat lebih hiperaktif setelah mereka makan campuran dari zat pewarna dan pengawet (sodium benzoate) dengan implikasi nyata ADHD.Korelasi antara pengawet dan zat pewarna dengan hiperaktif juga tergambarkan dalam 22 penelitian yang dilakukan dalam kurun 1975-1994.
Maka cenderung peningkatan penggunaan obat untuk mengatasi hiperaktif sebesar 2,4 persen seperti yang terjadi di Australia bisa dicoba dengan intervensi menghindari zat pewarna dan pengawet yang merupakan cara tidak berbahaya ini.

Sumber: Koran TEMPO

Diet Karbohidrat Untuk Gangguan Otot

Diet tinggi karbohidrat lebih bermanfaat meningkatkan kemampuan berolahraga pda orang dengan penyakit MCARDLE dibandingkan diet tinggi protein.Demikian dilaporkan sebuah studi skala kecil yang dimuat dalam jurnal Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry.
MCARDLE merupakan penyakit gangguan metbolisme otot.Orang yang terlahir dengan kondisi ini tidak mampu memproduksi enzim yang disebut Muscle Phosphorylase.Padahal enzim tersebut berperan pentingdalam memproduk si sumber energi yang dibutuhkan otot saat melakukan latihan ataupun olahraga.Dua studi skala kecil menentukan titik terang bahwa diet tinggi karbohidrat dan protein kemungkinan dapat bermanfaat bagi pasien dengan penyakit MCARDLE.
Partisipan terdiri atas tujuh orang pasien MCARDLE yang secara acak diminta memilih salah satu diet tersebut(diet tinggi karbohidrat atau tinngi protein) dan menjalankannya selama tiga hari.Setiap kali menjalani dietnya, partisipan lantas melakukan aktivitas latihan dengan sepeda statis.
Hasilnya penelitian dapati bahwa partisipan yang melakukan diet tinggi karbohidrat mampu melakukan aktivitas latihan dengan lebih baik dibandingkan partisipan yanh berdiet tinggi protein.Salah satu indikator dapat di lihat dari detak jantung yang lebih rendah(tidak terengah-engah) dan asupan oksigen 25% lebih tinggi pada partisipan yang berdiet tinggi karbohidrat dibanding mereka yang berdiet tinggi protein.

Sumber: Koran Seputar Indonesia

Cokelat Bukan Musuh Penderita Diabetes

Bagi penderita diabetes,menyeruput sedikit saja minuman beraroma okelat rasanya sudah dikejar perasaan bersalah.Tapi temuan terbaru mengatakan lain: cokelat justru bisa membantu kerja pembuluh darah menjadi lebih baik.
Flavanol yang terkandung dalam cokelat mengandung antioksidan alami sebagaimana yang ditemukan dalam teh, anggur merah, juga cokelat.Maka seperti disebutkan dalam Journal American College of Cardiolgy (JACC), penderita diabetes yang mengasumsi minuman mengandung cokelat berkadar tinggi dengan formulasi khusus selama satu bulan terlihat menunjukan perubahan fungsi pembuluh darah yang semula terganggu menjadi normal.Seperti kata Malte Kelm, MD, Profesor kardiologi dan pulmonologi pada University Hospital Aachen, Jerman.Penanganan diabetes hanya dengan obat-obatan saja seringkali tak bisa mencegah komplikasi dari diabetes.
Sepuluh pasien penderita diabetes tipe 2 yang diberi cokelat setiap tiga hari menunjukan perbaikan fungsi pembuluh darahnya.Sedangkan pengujian pada kelompok yang diberikan rutin dalam jangka panjang menunjukan hasil efektif pada 41 pasien diebetes tipe 2.Kadar flavanol yang diberikan selama 30 hari dan dikonsumsi 3 kali sehari berkisar antara 25mg sampai 321mg.
Pada prinsipnya, temuan ini ingin menunjukan bahwa cokelat tetap bisa menjadi bagian dari gaya hidup sehat penderita diabetes tipe 2.